Setiap kali media massa secara bertubi-tubi dan gaduh memberitakan dan mengulas sesuatu, aku terkena mimpi. Dahulu aku pernah bermimpi menjadi konglomerat.
Sejak kita memasuki era Reformasi, media massa gaduh sekali memberitakan dan mengulas apa saja dengan cara yang bagaimana saja tentang kehidupan bernegara dan berbangsa. Aku terkena mimpi lagi. Kali ini aku bermimpi jadi presiden. Dalam mimpi itu, sudah lama aku jadi presiden dengan dukungan yang besar dan luas. Namun, belakangan ini reputasi dan popularitasku merosot tajam.
Punya waktu
Namun, aku masih punya cukup waktu melakukan gebrakan yang akan mengabadikan namaku dengan tinta emas dalam sejarah. Kalau tak aku lakukan, sudah jelas namaku akan ditulis dalam sejarah dengan lumpur Lapindo. Maka, aku dihadapkan pada kondisi nothing to loose. Jadi, aku akan memberlakukan pemerintahan tangan besi. Untuk itu, aku telah dapat dukungan dari tentara. Aku sudah sabar, mati-matian mencoba berdemokrasi seperti yang dianjurkan Abang Sam, tetapi ketika citraku merosot sangat tajam, aku dihina rakyat dan tetanggaku sendiri, Abang Sam menghilang.
Dengan tangan besi, akan kulakukan tindakan berikut.
Melalui dekrit, aku bubarkan parlemen dan senat. Strukturnya kukembalikan jadi parlemen saja, yang kalau ditambah dengan wakil dari golongan fungsional dan daerah, jadi badan pertimbanganku yang aku anggap mewakili aspirasi seluruh rakyat. Dengan demikian, partai politik masih penting karena berfungsi mengisi sebagian dari parlemen melalui pemilu. Namun, partainya kusederhanakan hanya jadi dua. Kalau mau meniru AS, juga termasuk sistem dua partainya. Kabinet kujadikan sangat ramping: hanya 18 menteri. Yang jelas, lebih mudah mengendalikannya karena aku akan mengendalikannya dengan tangan besi juga.
KKN kuberantas dengan tangan besi. Kasus besar tetap diproses melalui hukum, tetapi aku tak mau buang banyak waktu dan tenaga untuk itu, apalagi kasus kecil. Sekaligus akan kubenahi seluruh lingkungan birokrasinya. Pertama kurampingkan kabinet. Setelah itu, semua jajaran di bawah kabinet kurampingkan. Jumlah jajaran setiap menteri sesuai dengan kebutuhannya. Masa badan kurus dan badan gemuk berbaju sama semua?
Birokrasi yang sudah ramping dan optimal aku tingkatkan pendapatannya sampai benar-benar cukup. Kalau masih berani korupsi, aku tembak mati.
Tanah dari siapa saja yang digarap oleh buruh tani dengan perolehannya hanya sebesar 2/5 dalam natura, kubeli paksa dengan harga yang kutentukan. Kalau menolak, kupenjarakan seumur hidup atau kutembak mati. Tanah milik negara kubagikan kepada para petani secukupnya supaya optimal, tak sekadar 0,3 hektar. Transmigrasi dan KB kugalakkan lagi.
Kementerian Keuangan, Bank Sentral, Percetakan Uang, dan Petral di Singapura kukuasai sepenuhnya. Dengan KKN yang luar biasa, penumpukan uang terjadi di sana selama dana belum dirampok habis. Dengan jumlah kementerian yang sudah sedikit, semua rekening kubekukan dan segera kucairkan kembali dalam rekening bank yang jumlahnya sedikit hingga lebih jelas dan sederhana pengelolaannya.
Kekayaan bangsa ini terdiri dari dua kelompok besar. Yang satu kekayaan yang dibentuk manusia, yaitu berproduksi dan berdistribusi dengan mengombinasikan berbagai faktor produksi yang penuh risiko kerugian. Para manusia entrepreneur ini boleh sebebas-bebasnya memupuk kekayaan melalui kegiatannya asal dalam rangka semua hukum yang berlaku.
Diberikan secara adil
Kelompok kekayaan bangsa yang lainnya adalah yang sudah ada di dalam perut bumi, dalam perairan, dan di atas tanah berbentuk hutan. Kesemuanya ini pemberian Tuhan Yang Maha-Adil kepada warga negaraku. Kekayaan alam ini tentunya diberikan kepada setiap manusia Indonesia secara adil. Maka, semuanya kukuasai untuk selanjutnya dikuasai sepenuhnya oleh BUMN yang harus menggunakan hasilnya bagi semua rakyat seadil-adilnya. Siapa yang menyuarakan dogma bahwa BUMN mesti korup, kuhukum seumur hidup.
Semua kontrak dalam bidang ekstraktif dengan swasta, baik asing maupun domestik untuk sementara dan parsial dihormati dalam arti, boleh melakukan pekerjaannya. Namun, semua hasil penjualannya harus dimasukkan ke dalam escrow account bank yang aku tunjuk. Ini tak berarti disita, tetapi penggunaannya harus dengan persetujuan bersama. Pajak saya naikkan tajam dan masa berlakunya semua kontrak ekstraktif aku persingkat.
Berbarengan dengan itu, segera kumulai berunding dengan mereka bagaimana cara terbaik untuk semua pihak menyerahkanya kepada negara melalui BUMN. Semua rencana BUMN untuk diswastakan kuhentikan. Semua persiapan untuk IPO kubatalkan. Otonomi daerah kubatalkan. Semua peraturan yang berlaku sebelum UUD 1945 diamandemen kuberlakukan lagi. Semuanya dilakukan dengan persuasi yang kuat atas dukungan angkatan bersenjata.
Utang pemerintah, baik luar negeri maupun dalam negeri, ditinjau kembali. Tidak dikemplang. Namun, dilakukan rescheduling dan haircut. Beban utang dan bunganya sudah merupakan 25% dari APBN. Bunga akumulatifnya yang dibayarkan sudah lebih besar daripada utang pokoknya. Ditambah dengan anggaran rutin, tak ada ruang gerak lagi untuk pembangunan barang, jasa publik, serta pelayanan pendidikan dan kesehatan buat golongan yang paling tak mampu. Akan kujelaskan kepada negara pemberi utang bahwa para pemberi utang selalu harus ikut bertanggung jawab kalau ada kredit yang macet. Mereka harus jujur bahwa mereka sebenarnya adalah rentenir atau lintah darat yang sudah cukup dari lebih mengisap darah rakyatku.
Pembangunan barang dan jasa publik, termasuk infrastruktur, dipergiat. Aku akan menentukan apa yang harus dianggap sebagai barang dan jasa publik dan penggunaannya gratis untuk siapa saja karena pembangunan maupun pemeliharaannya oleh hasil pajak dan hasil eksploitasi kekayaan alam yang milik rakyat seluruhnya.
Jalan raya bebas hambatan, air bersih, puskesmas, sekolah milik negara boleh dinikmati gratis karena pembiayaan oleh pajak, retribusi, royalti, premi asuransi jaminan sosial, dan pendapatan negara lainnya. UUD 1945 dikembalikan. Semua perundang-undangan yang ada ditinjau kembali, diselaraskan dengan maksud segala sesuatunya, dibuat optimal dan cocok untuk kondisi bangsa kita dewasa ini. Dari sana setahap demi setahap kita sempurnakan sesuai dengan perkembangan pendidikan, pengetahuan, dan kematangan rakyat kita dalam menjalankan demokrasi ala Indonesia.
Kulakukan semua ini agar lumpur Lapindo yang mulai menulis sejarahku bisa dihapus dan mulai ditulis kembali dengan tinta emas. Setidaknya tinta perak.
Oleh:Kwiek kian gie(Ekonom Senior)
URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/11/03/03195491/aku.bermimpi.jadi.presiden
Minggu, 07 November 2010
Aku Bermimpi Jadi Presiden
Bakti Untuk Warga Merapi
Setelah melakukan observasi terhadap kebutuhan korban Merapi dan beberapa masukan dari anggota BEM FISIPOL mengenai barang – barang yang kiranya dibutuhkan korban , maka Ahmad Fanani selaku Ketua BEM FISIPOL memutuskan untuk membelanjakan uang tersebut untuk membeli antara lain : Pakaian Dalam , Bubur Bayi , Susu Balita , dan Pembalut Wanita .
Setelah rapat koordinasi (30/10/10) , maka kami berpencar dan membagi tugas untuk membeli barang – barang yang diperlukan , dan dibagi atas dua tim . Tim I membeli Bubur Bayi , Susu Balita , dan Pembalut Wanita . Dan Tim II membeli Pakaian Dalam .
Akhirnya setelah membeli barang – barang tersebut beberapa anggota BEM FISIPOL bersedia untuk langsung menyalurkan ke Posko Purwobinangun , Kecamatan Pakem . Pukul 19.45 WIB (30/10) setelah shalat Isya kami berangkat dari Sekretariat BEM FISIPOL menuju ke Posko Bencana.
Estimasi jarak yang ditempuh ke Posko Bencana sekitar 100 km dari Sekretariat BEM FISIPOL . Dan akhirnya pada pukul 21.00 WIB kami tiba di Posko Purwobinangun , yang juga merupakan posko tenaga Medis dari UMY yang tergabung dalam Tim Medis FKIK dan AMC .
Penyerahan bantuan langsung diserahkan oleh Ahmad Fanani selaku Ketua BEM FISIPOL kepada bapak Bambang Buduiyono selaku pihak penerima Logistik Posko Purwobinangun . Adapun barang yang kami sumbangkan dari hasil penggalangan dana tersebut yang tercatat pada berita acara penyerahan bantuan , yakni 100 biji pakaian dalam , 3 dus makanan bayi , 2 dus susu Balita , dan 1 dus pembalut wanita .
Demikian setelah penyerahan bantuan tahap I ini dapat meringankan beban warga korban Merapi dan semoga kami dapat menggalang dana lebih banyak lagi untuk disalurkan kepada mereka yang membutuhkan .
Harapan dari Ahmad Fanani selaku Ketua BEM FISIPOL sendiri , semoga barang – barang yang disumbangkan dapat memberi manfaat kepada para pengungsi .
Harapan editorial , semoga Bencana Alam yang terjadi di Indonesia tidak menyurutkan niat kita untuk terus membangun Indonesia . Mari kita bangkit dari keterpurukan , sesungguhnya Bencana Alam ini tidak menjadi halangan untuk menjadi lebih baik .
Mbah Maridjan dan Polemik Internet
Semula saya tidak tertarik untuk menulis tentang isu ini, tetapi di internet sedang berlangsung polemik pro-kontra tentang kematian Mbah Maridjan (1927-2010) yang dikenal sebagai kuncen (juru kunci) Gunung Merapi. Sebelum menduduki posisi itu pada 1982, dia merupakan pembantu bapaknya sebagai kuncen. Tugasnya cukup dahsyat: menjinakkan Gunung Merapi. Namanya menjadi sangat populer ketika pada tahun 2006 imbauan Sultan Hamengkubuwono X bersama ahli vulkanologi tidak dihiraukannya agar mengungsi karena kemungkinan Gunung Merapi akan erupsi. Kebetulan saat itu ilmu titennya manjur, tidak terjadi letusan. Akibatnya, sosok yang sangat sederhana ini melangit. Sebuah perusahaan minuman bahkan menjadikannya sebagai bintang iklan dengan bayaran sebesar Rp 150 juta, sedangkan gajinya sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta hanyalah Rp 10 ribu per bulan.
Gelarnya sebagai abdi dalem penjaga Gunung Merapi adalah R Ng Surakso Hargo atau Mas Penewu Surakso Hargo (penunggu gunung). Dia tinggal di Desa Kinahrejo secara berketurunan. Dalam mitologi Jawa Keraton Gunung Merapi ada bahureksonya, penguasa Merapi yang terletak di utara Yogya itu, sedangkan di selatan dipercayai pula adanya Nyi Loro Kidul, penguasa laut selatan. Keraton Yogya berdiri di tengah-tengahnya.
Sudah tentu semua mitos itu bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan raja-raja Mataram. Dengan menciptakan berbagai mitos yang sarat klenik itu, diharapkan tidak akan ada kekuatan yang dapat menghancurkan Mataram. Di era Islam, kepercayaan semacam ini diselimuti dengan ajaran-ajaran agama yang kemudian membentuk Islam Jawa (kejawen). Tradisi ini ternyata bisa bertahan selama ratusan tahun dengan plus-minusnya. Plusnya, secara sosiologis dari sudut penyebaran Islam, mayoritas rakyat Jawa telah menjadi Muslim, terlepas dari kualitasnya. Minusnya, akan sulit dibedakan antara ajaran autentik Islam yang bersumbu pada doktrin tauhid dan apa yang disebut kearifan lokal yang sudah bercampur aduk dengan tradisi kuno yang sudah berusia ratusan tahun. Sebuah sinkretisme yang sangat awet dan fenomenal.
Mbah Maridjan adalah produk dari tradisi panjang yang sudah diislamkan itu. Secara pribadi dia adalah seorang saleh, rajin beribadat, punya masjid, suka memberi, bahkan menjadi pengurus tingkat ranting sebuah gerakan Islam. Tetapi, pengabdiannya terhadap perintah Sultan Hamengkubuwono IX agar siap menjadi orang terakhir yang mengungsi saat bahurekso marah telah berakhir dengan sebuah tragedi. Di sini terjadi ketegangan antara sikap menjunjung dawuh dan risiko maut. Mbah Mardjan, saya tidak tahu persis, telah menempuh jalan kedua.
Sekiranya Merapi tidak cepat meledak, boleh jadi Mbah Mardjan akan mengungsi juga sebab pihak yang membujuk telah berdatangan sebelumnya. Kita tentu mendoakan arwah Mbah Mardjan diterima Allah dengan pengabdiannya yang hampir tanpa batas itu, tak perlu dikaitkan dengan tradisi Jawa yang sulit dipisahkan dengan struktur batinnya. Namun, siapa pun yang akan ditunjuk sebagai kuncen berikutnya, janganlah terlalu mengandalkan ilmu titen, dengarlah dengan baik saran Dr Surono, pakar gunung berapi yang wajahnya tampak dalam situasi kelelahan yang berat. Gunung Merapi adalah gejala alam dengan hukum-hukum dan perilakunya sendiri. Sekalipun ilmu pengetahuan belum dapat membaca perilakunya itu dengan kesimpulan yang serbapasti, setidak-tidaknya pendekatan keilmuan jauh lebih unggul dari ilmu rasa yang lebih banyak berdasarkan empirisme tanpa melalui pembuktian ilmiah.
Akhirnya, polemik internet sebaiknya dihentikan saja, kecuali untuk tujuan-tujuan ilmu pengetahuan. Mbah Maridjan sendiri sebenarnya mengakui vulkanologi yang perlu dipelajari. Saat ditanya tentang erupsi Gunung Merapi, dengan bahasa Jawa dijawabnya: "Yo nek bab kui, takona nang vulkanolog." (Jika mengenai masalah itu, tanyakan kepada vulkanolog). Dilema Mbah Maridjan adalah dalam menghadapi gejala alam, ilmu titennya tidak jarang lebih dominan. Yang perlu dijaga adalah agar kuburannya tidak dijadikan tempat keramat yang dapat menyeret bangsa ini ke tempat jatuh yang lebih tinggi, sekalipun ilmu pengetahuan sendiri bukanlah dewa. Ilmu pengetahuan juga terbatas dan nisbi. All'hu a'lam.
Oleh Ahmad Syafii Maarif
Sumber:http://www.maarifinstitute.org/content/view/694/150/lang,indonesian/
Konstruksi Politik Daerah Rawan Bencana*
Tayangan korban bencana alam di layar televisi dalam hari-hari terakhir ini menunjukkan suatu pola. Korban banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai, dan letusan Merapi adalah penduduk yang tinggal di daerah aliran sungai, pesisir, dan lereng bukit.
Dari sosok korban yang terekam kamera televisi, mereka bukanlah orang-orang gedongan, pejabat, ataupun konglomerat. Mereka lebih mirip seperti orang-orang pinggiran di daerah pedalaman yang bersahaja.
Bukan kebetulan mereka tinggal di lokasi-lokasi yang belakangan populer disebut sebagai daerah rawan bencana itu. Keberadaan mereka di tempat tersebut dibentuk dan bencana yang menimpa mereka pun tidak seluruhnya alamiah.
Eksklusi sosial
Berawal dari paham hak kebendaan kolonial yang diselipkan dalam gagasan kekuasaan negara, pemerintah kolonial saat itu mulai membuat pendakuan atas wilayah negara termasuk kawasan hutan negara.
Melalui undang-undang agraria dan kehutanan kolonial, pemerintah membuat batas yang jelas antara tanah negara dan tanah rakyat, antara hutan negara dan hutan rakyat. Di atas tanah negara dan hutan negara tidak boleh ada hak milik lain sehingga tercipta dikotomi kepemilikan tanah dan hutan.
Pendakuan akan kawasan hutan negara tersebu awalnya tidak seluas sekarang. Hanya Jawa, Madura, dan sebagian Sumatra. Sejak Orde Baru diketahui wilayah yang disebut sebagai kawasan hutan negara itu mencapai dua per tiga daratan Indonesia. Berdasarkan hukum dan tradisi kehutanan ilmiah, kawasan hutan negara tersebut harus bersih dari hak milik lain.
Implikasinya adalah penaklukan dan eksklusi orang-orang dari dalam kawasan hutan negara. Mereka ditaklukan dengan berbagai pencitraan negatif lalu dikeluarkan ke lokasi-lokasi marjinal, seperti daerah aliran sungai, pesisir, dan lereng bukit. Ada pula yang bertahan di daerah bahaya seperti orang Dieng yang terkubur letusan kawah Sinila.
Konstruksi politik ini membungkam 230 juta jiwa penduduk republik yang hidup berjubel di wilayah sepertiga daratan yang kian berisiko bencana alam, baik karena kontrol eksploitasi hutan yang lemah sehingga sering banjir dan longsor maupun faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus.
Di antara mereka ada 40 juta jiwa penduduk yang hidup di daerah bahaya yang paling berisiko bencana alam. Mereka itulah orang-orang yang sejarah sosialnya diwarnai penaklukan dan eksklusi sosial, seperti korban banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai, dan letusan Merapi, yang ditayangkan televisi akhir-akhir ini.
Relokasi
Istilah relokasi muncul tak semena-mena setelah gempa dan tsunami menggulung permukiman penduduk di pesisir kepulauan Mentawai. Pun demikian ketika wedus gembel membakar permukiman penduduk di Kinahrejo, kampung sang juru kunci Merapi saat itu, Mbah Marijan.
Relokasi telah lahir sebagai wacana publik, setidaknya di kalangan media. Tak kurang pemerintah provinsi Sumatera Barat dan bupati Sleman, bahkan ketua DPR melontarkan pernyataan dengan nada seperti itu.
Wacana itu diproduksi terlepas dari sejarah sosialnya. Korban banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai, dan letusan Merapi adalah masyarakat yang kalah dalam kontestasi politik sumber daya alam pada masa lalu. Sejarah mereka diwarnai dengan penaklukan, ekslusi sosial, dan hilangnya hak kebendaan seperti tanah dan hutan.
Trauma sejarah macam ini setidaknya tecermin dari ekspresi wajah seorang nenek yang meronta menolak ajakan tentara untuk mengungsi dari daerah rawan bencana letusan Merapi yang ditayangkan berulang kali di stasiun televisi belakangan ini.
Penolakan juga pernah dilakukan oleh warga Kinahrejo saat Merapi meletus tahun 1994. Warga lereng Merapi di Magelang yang ditransmigrasikan ke luar Jawa saat itu bahkan telah kembali ke kampung halaman.
Sejumlah penolakan itu menunjukkan bahwa relokasi bukan kebijakan mudah yang bisa diputuskan semena-mena. Kebijakan ini terkait hak milik kebendaan seperti tanah yang bisa lenyap ketika proses tukar guling tidak transparan. Persoalan hak milik kebendaan adalah persoalan krusial yang sensitif di kalangan warga tereksklusi ini.
Relokasi yang relatif diterima biasanya didukung tiga kondisi. Pertama, pengetahuan umum yang menyatakan bahwa daerah yang tertimpa bencana alam itu tidak bisa dijadikan permukiman lagi. Kedua, jaminan kepastian hak milik tanah dalam tukar guling. Dan ketiga, jaminan mata pencarian yang sepadan dengan mata pencarian di daerah asal.
Apabila ketiga kondisi tersebut tidak terpenuhi, kebijakan relokasi sebaiknya dipikirkan ulang.
Alternatif lain seperti rekonstruksi daerah bencana sepertinya tidak lebih melukai trauma sejarah sosial masyarakat yang tereksklusi itu.
*Gutomo Bayu Aji Peneliti Ekologi Manusia pada Puslit Kependudukan LIPI
Sumber http://cetak.kompas.com/read/2010/11/06/04275455/konstruksi.politik.daerah.rawan.bencana
Upaya-upaya Penanggulangan Bencana Alam yang Berbasis Sinergisitas Antara Pemerintah dengan Masyarakat
Oleh: Jerry Indrawan*
Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Bencana-bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan juga gunung berapi seringkali muncul di dalam kehidupan bangsa Indonesia. Susunan lapisan tanah di Indonesia tidak terlalu padat, sehingga goncangan-goncangan dari laut dan selat di sekitarnya menjadikan tanah di kepulauan Indonesia luwes.
Susunan tanah di kepulauan Indonesia tidak terikat kuat pada poros bumi, dan oleh sebab itu bencana alam seperti gempa tektonik yang mungkin terjadi di sekitarnya tidak berpengaruh banyak karena goncangan bencana tersebut tersalur ke berbagai selat di antara pulau. Namun demikian, susunan lapisan tanah yang tidak terlalu padat ini sangat berpotensi terhadap bencana, katakanlah seperti tanah longsor. Di samping itu, berbagai aktivitas yang dilakukan manusia dengan tidak mengindahkan aspek kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya banyak daerah rawan bencana seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, dan kebakaran hutan.
Yang dimaksud dengan bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia. Ditinjau dari segi geologi, sebagian wilayah Indonesia merupakan daerah rawan bencana karena wilayah ini adalah tempat pertemuan antara dua rangkaian jalur pegunungan muda dunia, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteran. Sedangkan dilihat dari segi geografis, Indonesia berada pada posisi silang antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik yang membujur pada daerah tropis. Kondisi alam seperti inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia rawan terhadap berbagai jenis bencana alam.
Peran Pemerintah
Upaya penanggulangan bencana alam di Indonesia secara koordinatif telah digariskan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1979 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (BAKORNAS PBA), atau yang biasa dikenal dengan nama BAKORNAS saja. BAKORNAS ini adalah suatu lembaga koordinasi yang ditugaskan untuk mengkoordinasikan semua kegiatan penanggulangan bencana alam.
Realisasinya, di masing-masing propinsi terdapat Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam (SATKORLAK PBA) yang komposisi perangkat operasionalnya melibatkan hampir setiap instansi. BAKORNAS di tingkat pusat harus melakukan koordinasi dengan SATKORLAK di tingkat daerah untuk mengkoordinir dan memadukan kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana alam yang secara fungsional dilakukan oleh sektor masing-masing tanpa mengurangi wewenang dan tanggung jawabnya.
Upaya penanggulangan bencana alam ini telah berkembang di mana kita tidak hanya mengutamakan atau menunggu terjadinya bencana untuk siap memberikan pertolongan penyelamatan dan bantuan kepada para korban saja, tetapi terutama kita harus mampu mencegah terjadinya bencana, atau setidaknya mengurangi penderitaan dan kerusakan yang mungkin terjadi. Dalam hal ini, kesiagaan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan dan keterampilan para petugas atau aparat penanggulangan bencana alam bersama-sama dengan masyarakat akan lebih dimantapkan. Begitu pula secara teknis tenaga-tenaga terampil akan lebih siap sesuai dengan persyaratan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas fungsionalnya.
Upaya Swadaya Masyarakat
Selain disebabkan oleh faktor alam, faktor manusia juga disinyalir menjadi salah satu penyebabnya. Karena itu penanggulangan terhadap bencana alam harus diarahkan kepada kepada kedua faktor tersebut, yang dilaksanakan secara mendasar, konsepsional, berkesinambungan, dan tuntas. Kesiagaan dan kewaspadaan masyarakat sebagai objek utama dan yang terkena langsung di lokasi sangatlah diperlukan dalam sebuah upaya penanggulangan bencana alam, baik berupa tindakan preventif maupun represif dan yang dilakukan atas bimbingan pemerintah di bawah koordinasi SATKORLAK.
Upaya preventif diarahkan untuk mencegah dan menanggulangi berbagai jenis bencana alam pada setiap daerah kejadian. Antara lain adalah dengan cara membuat perencanan yang mantap dan terarah untuk menanggulangi faktor penyebab bencana alam di daerahnya. Dengan demikian, secara bertahap kejadian bencana alam dapat dikurangi, kecuali bencana alam yang terjadi di luar jangkauan kemampuan manusia.
Lebih daripada itu, kepada masyarakat di daerah-daerah rawan bencana, perlu diberikan penyuluhan-penyuluhan tentang kewaspadaan dan kesiagaan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam termasuk usaha menghindar atau menyelamatkan diri dari bencana. Selain itu yang paling penting adalah masyarakat harus memperhatikan dan memelihara kelestarian alam dan lingkungan sekitar.
Selain upaya yang bersifat preventif, perlu juga ada upaya-upaya yang sifatnya represif. Tentunya upaya-upaya tersebut harus dikoordinasikan secara baik dengan pemerintah. Beberapa contoh upaya-upaya tersebut adalah:
1. Melaksanakan tindakan darurat dengan mengutamakan keselamatan manusia dan harta bendanya.
2. Segera membentuk posko-posko penanggulangan bencana, regu penyelamat, dapur umum, dan lain-lain.
3. Melakukan pendataan terhadap faktor penyebab timbulnya bencana alam maupun besarnya kemungkinan korban yang diderita untuk bahan tindakan selanjutnya serta berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.
4. Sesuai dengan situasi dan perkembangan bencana alam serta kemajuan yang dicapai dari upaya-upaya penanggulangan darurat, segera menetapkan program rehabilitasi baik bidang fisik, sosial, dan ekonomi.
5. Perlunya melaksanakan sebuah program pemantapan terhadap semua faktor kehidupan yang realisasinya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan demi terwujudnya konsolidasi dan normalisasi secara penuh.
Penutup
Sudah jelas bahwa bencana alam tidak dapat diramalkan secara pasti kapan dan bagaimana akan terjadi, tetapi setidak-tidaknya atas dasar pengalaman-pengalaman dan dengan adanya data-data mengenai daerah-daerah rawan bencana, sudah dapat diajukan perkiraan-perkiraan resiko kerusakan bila terjadi suatu bencana serta dapat pula memperhitungkan anggaran biaya yang diperlukan. Demikian pula dapat diperkirakan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk pencegahannya serta kesiapan masyarakat untuk menghadapi segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Dengan memperhatikan upaya-upaya penanggulangan bencana alam baik tingkat lokal, regional, maupun nasional seperti yang telah dijelaskan di atas, tentunya diharapkan adanya peningkatan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan tugas-tugas sektoral, di mana BAKORNAS sebagai institusi pemerintah tingkat pusat akan menjadi titik pusat dari segala kegiatan penanggulangan bencana alam. Sedangkan untuk masing-masing daerah, SATKORLAK akan menjadi titik pusat pengendalian semua penanggulangan bencana alam di daerahnya yang selanjutnya akan berkoordinasi dengan BAKORNAS.
Mengingat intensitas terjadinya bencana di Indonesia yang semakin sering serta tidak menentu sifatnya, maka kini kian penting untuk dilakukan monitoring secara terus-menerus oleh BAKORNAS maupun SATKORLAK serta semua pihak yang bersangkutan. Mereka harus dapat mengikuti segala perkembangan situasi dan kondisi lingkungan hidup yang dapat dapat memberikan indikasi akan terjadinya suatu bencana alam dan juga tanggap mengambil langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan untuk menghadapi bencana yang terjadi maupun yang akan terjadi.
Dan terakhir, partisipasi masyarakat baik secara individu maupun secara bermasyarakat yang nantinya akan menjadi penentu utama keberhasilan dalam penanggulangan bencana alam dan akibatnya. Karena sebagus apapun kinerja dari instansi-instansi pemerintah maupun swasta, tanpa peran serta masyarakat yang aktif dan kontributif, maka hasilnya pasti tidak akan memuaskan. Semua unsur-unsur yang ada haruslah bekerja sama secara sinergis untuk mewujudkan sebuah hasil penanggulangan bencana yang lebih baik, terpadu, serta berguna bagi semua pihak.
* Peneliti Laboratorium Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta
http://jurnal-politik.co.cc/upaya-upaya-penanggulangan-bencana-alam-yang-berbasis-sinergisitas-antara-pemerintah-dengan-masyarakat/#more-295
Widuri-Blendung bakal jadi Ikon Wisata Pemalang
Kawasan yang bakal dijadikan ikon Pemalang itu yakni kawasan wisata Pantai Widuri hingga Pantai Blendung.
Hal ini diungkapkan Bupati HM Machroes SH di ruang kerjanya, belum lama ini, saat menerima studi kelayakan mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Diponegoro, Semarang.
"Kami mempunyai master plan untuk kawasan wisata pantai dari Widuri hingga pantai Blendung. Kawasan itu nantinya merupakan kawasan wisata yang betul–betul menjadi ikon Pemalang. Dari sinilah kami merasa membutuhkan partner dari akademisi maupun wirausaha, karena memang kalau pemerintah (government) bergerak sendiri hasilnya kurang maksimal manakala tidak didukung akademisi dan wirausaha (bisnisman). Oleh karena itu, perlu kesinambungan dari ABG (Akademisi, Bisnisman dan Government) sebagai konsep awal guna mewujudkan kawasan wisata bahari di wilayah Pemalang," kata Bupati.
Ide untuk mewujudkan kawasan wisata bahari dari Pantai Widuri hingga Pantai Blendung menjadi dalam satu paket wisata, menurut Bupati berawal dari besarnya animo masyarakat, baik dari dalam kota maupun luar kota, yang berkunjung ke obyek wisata Widuri Water Park. Dari situlah pihaknya mempunyai gambaran ke depan untuk membuat satu paket wisata bahari yang terdiri dari 3 (tiga) titik, yakni Pantai Widuri, Pantai Nyamplungsari, dan Pantai Blendung.
Selain itu untuk lebih mempercepat dan memberi kenyamanan kepada para wisatawan dalam menempuh perjalanan ke tiga titik wisata pantai tersebut, ke depan pihaknya akan menyediakan kereta gantung dan jet ski.
"Bila ini bisa terwujud, mungkin akan menjadi kawasan wisata pantai terpanjang di dunia karena panjang kawasan wisata pantai Pemalang mencapai kurang lebih 35 Kilometer," pungkasnya.
http://www.pemalangpost.com/2009/10/widuri-blendung-jadi-ikon-pemalang.html
Read More..