Sabtu, 02 April 2011

Teori Hegemoni Gramsci(Bag.1)

Teori hegemoni merupakan salah satu karya monumental seorang pemikir Marxis terkemuka, Antonio Gramsci(1891-1937). Sejatinya Gramsci bukanlah orang pertama yang menggunakan istilah hegemoni. Sebelumnya istilah ini pertama kali digunakan oleh Plekhanov dan para pengikut Marxisme Rusia lainnya pada tahun 1880an untuk menunjukkan perlunya menggalang aliansi dengan kaum petani dalam upaya meruntuhkan gerakan Tsarisme. Gagasan hegemoni lebih jauh lagi dikembangkan oleh Lenin yang menjadikannya sebagai strategi revolusi yang harus dijalankan oleh kelas pekerja dan para anggotanya untuk tampil sebagai kelas hegemonic dalam rangka meraih dukungan mayoritas.
Sebagai produk intelektual yang lahir dari rahim seorang pemikir bertradisi Marxis, teori hegemoni Gramsci tidak bisa dilepaskan dari orientasi politik Marxisme yang mengarahkan semua aktivitasnya untuk menggulirkan perubahan revolusioner. Oleh karenanya, teori hegemoni Gramsci berbeda dengan teori hegemoni yang diusung para teoritisi realis. Jika teoritisi realis mencurahkan perhatiannya pada upaya untuk mempertahankan struktur lama - sebagaimana diusung oleh Kenneth Waltz(1979) dan Keohane(1984), teori hegemoni Gramsci justru menaruh curiga pada tatanan lama, memperanyakan bagaimana tatanan tersebut muncul dan bagaimana peluang perubahannya dimungkinkan (Bieler dan Marton, 2004: 86).

Teori hegemoni Gramsci lahir dari pengalamannya pribadi menyaksikan sekaligus merasakan kegagalan Partai Komunis Italia yang dipimpinnya dalam upaya revolusi untuk menggulingkan tahta fasisme pimpinan Musollini. Realita getir ini mengantarkan Gramsci pada temuan awalnya –yang kemudian menjadi landasan pijak teori hegemoni- bahwa ada celah teoritis dalam Marxisme klasik (Ismail, 2007: 3-4). Marxisme klasik meyakini, sebagaimana diramalkan Karl Marx, bahwa di negara-negara kapitalis, revolusi secara tak terelakkan akan terjadi dengan sendirinya, sealamiah bayi yang keluar dari kandungan ibunya. Sementara di Rusia –yang nota bene merupakan negara dengan sistem kapitalisme yang kalah matang dibanding Eropa Barat- revolusi telah berlangsung, mengapa justru di Italia yang kapitalismenya lebih maju revolusi tidak kunjung terjadi? Mengapa setiap percobaan revolusi di Eropa Barat dan Tengah selalu menemui kegagalan?
Kritik Gramsci ditujukan pada dua premis yang menjadi pilar utama Marxisme klasik, yaitu apa yang disebutnya sebagai determinisme mekanis dan ekonomisme primitif. Determinisme mekanis adalah apa yang diyakini kaum Marxisme klasik bahwa terdapat kontradiksi inhern dalam mode produksi kapitalisme yang dapat dianalisis secara ilmiah, diprediksikan dan dikuantifikasikan. Sejarah manusia hanya dipandang sebagai implikasi dari pertumbuhan kekuatan-kekuatan produksi yang terus berlangsung, otonomi individu sebagai agen sejarah tidak diakui karena manusia hanya dilihat semata-mata sebagai agen pasif yang tujuannya didominasi oleh reaksinya terhadap lingkungan. Meraka juga meyakini bahwa Kapitalisme ditakdirkan akan melalui garis sejarah yang niscaya menuju krisis dan kehancuran ekonomi karena pertentangan antara berbagai kekuatan dan hubungan produksi semakin besar(Simon, 2004: 5).
Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomisme primitive adalah keyakinan bahwa instrumen ekonomi dan teknologi merupakan determinan utama sekaligus penentu perubahan sejarah. Bagi kaum Marxisme klasik, perkembangan politik hanyalah wujud dari perkembangan-perkembangan ekonomi. Hal ini tercermin dalam penggunaan metaphor ‘struktur dasar’ dan ‘struktur atas’ (base and super structure). Perkembangan yang berarti signifikan dipahami sebagai perkembangan yang berlangsung dalam struktur dasar ekonomi saja, sementara dinamika struktur atas semacam politik, ideology dan kebudayaan hanyalah merupakan epifenomena belaka dari elemen struktur dasar, yakni mode ekonomi produksi. Jadi, sejarah bisa direduksi hanya sebagai manifestasi dari mode produksi yang tunduk pada hukum-hukum yang tak terelakkan (Sugiono, 1999: 21-23).
Gramsci tidak sepakat dengan kaum Marxisme klasik yang cenderung ekonomi deterministic dan mengabaikan elemen-elemen struktural semacam politik, ideologi, dan kebudayaan. Meskipun tetap menganggap penting peran substruktur, Gramsci menolak gagasan bahwa unsur-unsur dalam suprastuktur hanya merupakan epifenomena belaka dari mode produksi. Gramsci berpendapat bahwa unsur-unsur tersebut juga berperan penting dalam menentukan proses perubahan.
Gramsci meyakini doktrin determinisme mekanis dan kecenderungan ekonomistis merupakan salah satu sebab utama kegagalan revolusi Eropa barat karena kepercayaan pada kemutlakan sejarah dan keniscayaan revolusi ini telah mengebiri aktivisme politik para pemimpin dan massa. Mereka tak menduga bahwa revolusi muncul dari pergeseran berbagai ingsutan instrumen-instrumen social yang diakibatkan oleh inisiatif-inisiatif politik. Hal inilah yang menjadi penyebab kegagalan revolusi Marxisme sehingga kapitalisme tetap mampu bertahan meski diterpa badai krisis di tahun 30-an(Simon, 2004: 6).
Catatan-catatan kritis atas celah teoretis yang ditinggalkan Marxisme klasik ini ia tuangkan dalam kerangka teori yang kemudian menjadi pondasi awal dari gagasannya tentang hegemon. Melalui teorinya ini Gramsci memberikan tempat yang lebih bagi elemen super struktur dalam proses penentuan sejarah, cirri inilah yang menjadi penanda yang membedakan Gramsci dengan Marxisme klasik (Ismail, 2007: 4; Sugiono, 1999: 26-29; Femia, 1987: 27 ).
Dalam catatannya(the prison notebooks) pada bab pertama, Gramsci membedakan antara hegemoni) dengan dominasi. Dominasi berbasis pada paksaan(coersion), sedangkan hegemoni berbasis pada persetujuan (consent). Sementara dominasi diperoleh melalui penggunaan alat pemaksa berupa negara, atau lebih tepatnya masyarakat politik, hegemoni diperoleh melalui masyarakat sipil berupa pendidikan, agama, dan lembaga-lembaga sosial.
Sebuah tatanan yang hegemonik, dalam perspektif Gramscian, adalah suatu kondisi di mana hubungan antar klas dan antara negara dan masyarakat sipil dicirikan oleh persetujuan (consent) alih-alih paksaan (coercion) (Gill dan Law dalam Gill, ed., 1993: 93). Sedangkan kelas hegemonic adalah kelas yang memperoleh persetujuan dan kekuatan dari kelas social lain dengan cara menciptakan dan mempertahankan system aliansi melalui internalisasi nilai-nilai serta norma-norma yang diusung agar mereka memberikan persetujuan atas subordinasi mereka. Karenanya, Hegemoni mensyaratkan “kepemimpinan moral dan kultural” (moral and cultural leadership) (Gramsci, 1971: 57; Femia, 1987: 24;Sugiono, 1999: 31).
berlanjut

Read More..
Start Ranking - Free Link Directory to increase Website Rankings