Kamis, 31 Maret 2011

Perang baru ala WikilLeaks

Akhir 2010, WikiLeaks menjadi hot topic berbagai media didunia menyusul aksinya yang membocorkan dokumen-dokumen rahasia dari berbagai negara. Melalui situs resminya, WikiLeaks mengunggah dokumen-dokumen berisi kawat diplomasi Negara-negara didunia ini -khususnya Amerika Serikat- ke ruang publik. John Perry Barlow, salah satu pendiri Electronic Frontier Foundation dan penulis lirik band Grateful Dead menyebut aksi Wikileaks ini sebagai awal perang model baru yang dinamainya sebagai perang informasi. Sebagaimana tergambar dari statemennya:
”Perang informasi yang sesungguhnya baru saja dimulai. WikiLeaks medan tempurnya. Kalian semua tentaranya.”

Wikileaks memang dahsyat, situs pembocor dokumen rahasia pimpinan Julian Assange ini mengklaim telah mempublikasikan lebih dari 1,2 juta kawat diplomatik, dokumen rahasia, terutama dokumen milik AS. Tak heran jika para pemimpin dunia marah dan bahkan menyatakan perang melawannya. Para pemimpin dunia marah karena dokumen rahasia Negara yang mereka pimpin, yang berisi informasi, analisis, dan beberapa hasil percakapan soal kondisi setiap negara dibeberkan ke muka umum. Aksi menghebohkan WikiLeaks ini bahkan sempat mempengaruhi stabilitas hubungan diplomatik antar Negara.

Di kawasan Teluk Arab, beberapa Negara sempat saling mencurigai satu dengan lainnya. Sebab, WikiLeaks terus mempublikasikan rahasia hubungan diplomatik antara negara-negara di kawasan Teluk Arab, Israel, dan Amerika Serikat yang menyebut Iran sebagai musuh. Sebagai respon publikasi kawat diplomatik ini, Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr buru-buru menjelaskan bahwa Iran bukanlah ancaman.
Tidak hanya negara-negara kawasan Teluk Arab, Negara-negara Eropa hingga Asia pun ikut geram. China adalah Negara yang geram menyusul publikasi kawat tertanggal 23 Februari 2010, tentang pernyataan asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Afrika Johnnie Carson yang menyebut China sebagai kompetitor ekonomi yang sangat agresif, jahat, dan tak bermoral dalam sebuah pertemuan dengan para eksekutif perusahaan minyak di Nigeria.
Namun, negara yang paling geram dengan sepak terjang WikiLeaks ini adalah Amerika Serikat. Setelah merilis dokumen rahasia terkait perang Afghanistan pada Juli 2010, situs yang berdiri sejak 2007 ini kembali membongkar sekitar 250.000 dokumen berisi kawat - kawat diplomatik antara kedutaan besar Amerika Serikat di sejumlah negara dan Washington pada akhir November 2010 .
Aksi nekat WikiLeaks ini kontan membuat Pemerintah Negeri Paman Sam itu kelabakan. Menanggapi hal ini, melalui menlu Hillary Clinton, Pemerintah Amerika Serikat langsung mengontak pemimpin Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Afganistan, China, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada, Denmark, Israel, Norwegia, dan Polandia. Clinton meminta kepada para pemimpin tersebut agar tidak terpengaruh dengan dokumen rahasia itu .
Wakil Presiden AS, Joe Biden, juga melontarkan kecaman yang menyebut pendiri sekaligus pemimpin WikiLeaks, Julian Assange sebagai ”teroris teknologi tinggi”(19/12) . Tuduhan serupa juga disampaikan pembawa acara talkshow sekaligus komentator politik terkenal AS, Glenn Beck. Beck menilai pembocoran rahasia Negara oleh Wikileaks bertujuan untuk menciptakan kekacauan di seluruh dunia dan juga mendestabilkan pemerintahan-pemerintahan yang ada. Beck juga membandingkan Assange dengan George Soros, yang sama-sama mencintai dan menginginkan adanya sebuah masyarakat terbuka. Beck juga menilai, skandal pembocoran dokumen rahasia AS sebagai upaya untuk menciptakan badai besar kekacauan. Dia bahkan membandingkan kehebohan yang diciptakan Wikileaks setara dengan kehebohan yang pernah diciptakan jaringan Al Qaeda. Keduanya, baik Wikileaks maupun Al Qaeda, menurut Beck, sama-sama ingin menghancurkan AS.
Kecaman lain datang dari politisi Partai Republik, Sarah Palin. Palin menyebut Assange bukanlah seorang jurnalis. Dia menggambarkan Assange sebagai seorang anti-AS. Tuduhan tersebut dilontarkannya karena pembocoran dokumen rahasia negara sama artinya membuka lebih dari 100 orang sumber AS di Afganistan untuk kemudian dibunuh oleh kelompok Taliban.
Di dalam negeri, badan-badan pemerintah federal AS ikut menyatakan perang melawan WikiLeaks. Peringatan diberikan kepada setiap pegawai negeri di negara itu yang membaca bocoran dokumen kawat diplomatik rahasia di WikiLeaks bisa dipecat dari pekerjaannya. Belakangan beredar surat elektronik yang berisi peringatan, pelajar dan mahasiswa yang ketahuan membaca dokumen rahasia di WikiLeaks, sekadar memasang link menuju dokumen itu atau mengomentari isinya di situs jejaring sosial bisa terancam tak akan diterima bekerja sebagai pegawai negeri di AS. Pemerintah AS berpendapat, dokumen-dokumen tersebut masih berstatus rahasia meski sudah beredar luas di internet maupun dimuat di media massa.
Tak hanya itu, sejak merilis kawat diplomasi Amerika Serikat pada akhir November lalu, WikiLeaks terus diserang dan diganggu. Salah satunya dengan menutup jalur-jalur keuangan untuk menyalurkan donasi kepada WikiLeaks. Pertama-tama, situs transaksi keuangan di internet PayPal menutup saluran donasi untuk WikiLeaks dan membekukan uang organisasi tersebut sebesar 80.000 dollar AS (Rp 720,4 juta). Selanjutnya, bank milik Kantor Pos Swiss, Postfinance, menutup rekening Julian Assange yang berisi uang 41.000 dollar AS (Rp 369,2 juta) . Menyusul kemudian blokir transaksi keuangan oleh MasterCard dan Visa, dan yang terbaru adalah diputusnya semua transaksi keuangan oleh Bank of America (BoA) .
Namun, tidak semuanya menanggapi secara negative aksi WikiLeaks. Di Australia, sekitar 50.000 warga berdemo menentang penahanan pendiri WikiLeaks yang merupakan warga Negara Australia, Julian Assange. Aksi tersebut diikuti dengan penggalangan dana yang dilakukan sebuah kelompok activist yang tergabung dalam wadah GetUp!. Aksi penggalangan dana ini bahkan dilaporkan hingga mencapai angka 250.000 dollar US(2,25 miliar rupiah) .
Dukungan juga datang dari beberapa pemimpin dunia. Mereka yang mendukung WikiLeaks menyandarkan aksi yang dilakukan organisasi pimpinan Assange ini sebagai ekspresi kebebasan berpendapat. Perdana Menteri Rusia, Vladimir Putin, bahkan mengatakan upaya penahanan Julian Assange merupakan ikonsistensi barat atas kredo demokrasi yang dijunjungnya. Senada dengan Putin, Presiden Brasil Lula da Silva mengatakan penahanan Assange di London merupakan bentuk perang terhadap kebebasan berpendapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Start Ranking - Free Link Directory to increase Website Rankings