Rabu, 23 Maret 2011

Tafsiran Islam Mana yang Mendekati Kebenaran?

Terus terang saja, saya tidak mampu menjawab pertanyaan yang sangat krusial ini, tetapi batin saya tetap saja bergolak mencari jawabannya. Alquran dalam surat al-Baqarah ayat 201 telah menjadi doa harian umat Islam, yang artinya: "Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami hasanah (kebaikan) di dunia dan kebaikan di akhirat dan bebaskan kami dari siksa api neraka." Ayat lain dalam surat al-Isra' ayat 72, maknanya terbaca sebagai berikut: "Dan barang siapa buta di dunia ini, maka di akhirat dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan yang benar."

Menurut hemat saya, perkataan hasanah mengandung makna yang luas dan dalam sekali. Di dalamnya termuat kualitas kebahagiaan, kemenangan, kemerdekaan, kesehatan, bebas dari kehinaan dan kemiskinan, punya kedaulatan di negeri sendiri, dan kualitas lain yang relevan dengan semuanya itu. Pada ayat kedua, kita diberi tahu bahwa kebutaan di dunia akan bermuara pada kebutaan di akhirat, bahkan akan tersesat sangat jauh dari kebenaran. Mohon saya dikoreksi jika tafsiran saya melenceng dari jalan lurus.

Sekarang mari kita hadapkan substansi dan roh dua ayat itu, di samping masih banyak yang lain, kepada realitas empiris dunia Islam sekarang ini. Apakah kondisi kita sudah mendekati kehendak ayat itu bila diukur dengan parameter apa pun? Apakah kita bahagia dan menang sekarang ini? Apakah kita kaya, terhormat, merdeka, berdaulat, dan bermartabat sekarang ini? Apalagi jika dikaitkan dengan surat al-Taubah ayat 33 yang artinya: "Dialah yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk diunggulkan atas agama lain seluruhnya sekalipun orang-orang musyrik membencinya."

Secara teologis, bisa saja kita mengklaim bahwa Islam itu unggul, dan memang unggul, tetapi bagaimana umatnya? Rasanya teramat jauh jarak antara keunggulan teologis dan peta sejarah kita yang buram sejak ratusan tahun yang lalu.

Apa yang dapat kita banggakan sekarang? Sebagian bangsa Muslim kini sedang mengalami pergolakan dan transformasi kultural yang sangat dahsyat, tidak jarang dengan menumpahkan darah sesama Muslim. Korupsi juga merajalela di mana-mana, di bumi Muslim. Maka pertanyaan sentralnya: "Di mana Islam yang benar dan unggul itu?" Jawaban yang dapat saya berikan: di dalam teks, tetapi tidak dalam kenyataan. Maka, tugas dan kewajiban kita yang mendesak adalah mempertautkan teks dan kenyataan. Pecahnya kongsi antara teks dan kenyataan adalah karena kelalaian mendasar yang belum juga kita sadari sepenuhnya.

Kaum Sunni, Syiah, Khawarij, dan anak keturunannya yang berkeliaran di muka bumi masih saja berbangga dengan puaknya masing-masing, kecuali sedikit yang sadar. Bukankah puak-puak itu tidak muncul di zaman nabi, tetapi mengapa kita bersitegang dengan atribut-atribut itu? Mengapa semua atribut itu tidak dibuang saja ke dalam limbo sejarah? Kehadiran puak-puak itu berasal dari sengketa politik sesama Muslim, tetapi mengapa diberhalakan?

Tanpa kejujuran sejarah dalam meneropong firkah-firkah itu, akan amat sulit kita menemukan tafsiran Islam mana yang mendekati kebenaran. Mengapa kita terus saja berbangga dengan puak-puak itu, sedangkan Alquran memerintahkan kita untuk membangun persaudaraan di atas pilar iman yang tulus, bukan karena pertalian darah atau aliran politik yang sarat dengan kepentingan duniawi.

Saya tidak patah harap. Pukulan sejarah yang datang bertubi-tubi menimpa umat Islam, tentu pada saatnya akan meniupkan kesadaran bahwa kita telah terlalu jauh melenceng dari petunjuk dan agama yang benar. Kesadaran semacam itulah yang perlu disiarkan terus-menerus kepada sesama Muslim agar berpindah ke jalan yang lurus dan benar.

Bagi saya, menjadi Muslim sama maknanya menjadi manusia unggul dan menang. Unggul dan menang untuk apa? Tidak lain selain untuk menebarkan rahmat bagi alam semesta, juga sebagai pelanjut misi kenabian. (Lihat surat al-Anbiya' ayat 107). Ke dermaga inilah bola sejarah wajib kita gulirkan bersama secara jujur dan tulus. Allah hanya berpihak kepada kejujuran dan ketulusan. Dia amat berang dan murka kepada segala bentuk kecurangan dan kepalsuan!
Oleh:Buya Syafii(Resonansi Republika)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Start Ranking - Free Link Directory to increase Website Rankings