Oleh: Jerry Indrawan*
Budaya adalah sebuah konsep, keyakinan, nilai, dan norma yang dianut masyarakat yang mempengaruhi perilaku mereka dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya sekaligus sebagai sebuah sistem simbol yang hidup di tengah-tengah masyarakat suatu bangsa. Sebagai sistem simbol, budaya mempunyai pengaruh ke seluruh sistem kehidupan sehingga muncullah berbagai macam budaya-budaya yang eksistensinya berhubungan erat dengan individu-individu atau pelaku-pelaku kebudayaan, yang tidak lain adalah kita sendiri.
Berkembangnya sebuah kebudayaan tentulah berhubungan erat dengan pelaku kebudayaannya, jika pelakunya memanifestasikan sikap baik maka dapat dipastikan kebudayaan yang berkembang pun akan menjadi baik, tetapi jika pelakunya menanamkan sikap buruk maka kebudayaan yang berkembang pun pastilah buruk. Karena itu jangan heran apabila budaya yang berkembang saat ini adalah budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Siapa yang salah? Ya kita semua sebagai pelaku kebudayaan itu, karena itu terserah kita mau membawa kebudayaan kita ini ke arah yang mana.
Jika kita bicara secara global, maka saya yakin bahwa budaya bangsa kita ini pastilah sudah mengalami benturan-benturan dengan berbagai budaya yang datang dari luar yang kadang malah bersifat destruktif dan perlahan menghilangkan unsur asli budaya kita. Tetapi saya yakin bahwa dalam sejarah perjalanan bangsa kita, budaya Indonesia tetap punya fundamen yang kuat sehingga akar budaya kita tidak pernah tergusur oleh banyaknya unsur-unsur asing yang “menginvasi” budaya kita.
Dengan adanya globalisasi, westernisasi, Amerikanisasi, bahkan McDonaldisasi tampaknya akan membawa dampak buruk bagi eksistensi budaya kita. Hal ini dapat terlihat dari semakin bebasnya perdagangan antar negara sehingga membuat produk asli Indonesia kalah bersaing dengan produk luar karena lebih berkualitas dengan harga terjangkau. Belum lagi di era teknologi informasi seperti ini, akses untuk mendapatkan informasi sangat tidak terbatas sehingga membuka peluang untuk masuknya budaya-budaya liberal dari Barat yang tidak sesuai dengan etika ketimuran bangsa kita. Tetapi mengutip perkataan Bung Karno, “Belajarlah dari sejarah”, saya melihat bahwa sejak zaman dulu Indonesia adalah tempat silang budaya. Mulai dari budaya Barat, Islam, Hindu, Buddha, dan lain sebagainya berakulturasi di sini. Karena itu menurut pendapat saya, kebudayaan Indonesia akan tetap eksis bahkan diperkaya apabila kita mampu memfiltrasi semua budaya yang berkembang di Indonesia dengan baik.
Beberapa hal yang saya rasa perlu dikhawatirkan adalah merebaknya paham sekularisme dan materialisme. Sekularisme menipiskan atau mereduksi rasa ketuhanan bagi bangsa ini sedangkan materialisme telah memacu kebanyakan masyarakat kita menjadi konsumtif sehingga bergantung pada kekuatan-kekuatan kapitalis. Di samping itu, komunalisme juga menjadi isu yang signifikan. Contohnya seperti pertikaian agama, antaretnis, bahkan sampai tawuran antarkampung atau antarpelajar. Selanjutnya yang saya khawatirkan adalah proses kemiskinan yang sangat berdampak negatif bagi bangsa kita.
Oleh karena itu saya melihat masyarakat kita masih paternalistik dan masih merasakan budaya feodal yang kental. Maka dari itu perlulah sebuah pemikiran bagaimana kita merekonstruksi budaya kita melalui rekonstruksi mental yang dimulai dari para elitnya. Yang namanya elit kepemimpinan dalam sebuah bangsa sangatlah menentukan. Mereka bisa membuat sebuah bangsa mengalami kemajuan, tetapi juga bisa membuat sebuah bangsa mengalami stagnasi dalam perkembangannya.
Terus terang, saya ingin melihat budaya bangsa ini menjadi lebih produktif sehingga tidak tertinggal dibandingkan budaya bangsa-bangsa lain. Jadi mungkin semacam kode etik budaya, atau kode moral budaya dalam menyikapi hidup ini dari para pimpinan itu memang sangat penting. Sebagai sebuah analogi, saya melihat di Asia ini beberapa negara yang para elitnya menghargai budaya, bangsa mereka dapat cepat tumbuh dan mengalami progresi ke arah yang positif. Perhatikan India, walaupun berpenduduk satu miliar tetapi memiliki pertumbuhan ekonomi 6 sampai 7,5 % pertahunnya. RRC, yang sekarang menjadi raksasa ekonomi tidak hanya di Asia bahkan pasar Amerika pun sudah mengakui kualitas ekspor mereka. Saya yakin hal ini bisa terjadi karena para elitnya memiliki budaya yang produktif, progresif, dan tentu saja bebas KKN. Bangsa Cina juga memiliki akar budaya yang kuat yang sudah eksis sejak zaman nenek moyang mereka dulu sehingga mereka sangat menghargai budaya dan mengganggapnya sebagai sebuah way of life. Contoh yang lebih dekat, secara regional, dapat terlihat pada sosok Thaksin Shinawatra di Thailand dan Mahathir Mohamad di Malaysia. Saya lihat mereka mereka memang mempunyai orientasi budaya modern dan rasional tetapi tetap memegang prinsip-prinsip budaya asli mereka sehingga akulturasi budaya pada bangsa mereka sangat berpengaruh positif bagi well being bangsa mereka.
Saya mengusulkan, agar kita dapat merekonstruksi budaya kita sekaligus merekonstruksi mental pimpinan-pimpinan bangsa kita ini. Pertama yang harus dilakukan adalah melalui peningkatan kreativitas anak bangsa. Contoh menarik yang saya amati adalah ketika kita mengirimkan tunas-tunas bangsa ini untuk mengikuti olimpiade fisika yang diadakan secara internasional setiap tahunnya. Saya perhatikan hampir setiap tahun Indonesia mendapat medali emas, setidaknya dapat medali. Hali ini menunjukkan bahwa sebenarnya potensi-potensi itu ada, hanya saja wadah dan sarana pemfasilitasi potensi-potensi tersebut belum efektif dan masih di bawah standar internasional. Saya rasa pemerintah harus responsif menanggapi masalah ini, contoh implementasinya adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia agar sesuai dengan standar internasional sehingga mampu mencetak tunas-tunas bangsa yang potensial dan bermutu tinggi.
Yang kedua adalah diperlukannya kesadaran ketuhanan yang tinggi. Saya melihat orang yang hidupnya bergantung akan Tuhan hidupnya lebih diberkati dan lebih baik daripada orang yang cenderung atheis atau tidak percaya Tuhan. Karena itu saya merasa konsep ketuhanan dan implementasinya dalam hidup ini memegang peranan yang sangat signifikan bagi kita dalam menjalaninya. Jadi kesadaran ketuhanan ini memang sangat kita perlukan agar dapat menjadi sebuah fundamen yang kokoh bagi setiap individu yang bertaqwa akan-Nya.
Kita juga mendorong pluralisme budaya karena budaya kita ini sangat kaya. Juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 32 yang menyebutkan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia dengan tetap menjamin kemerdekaaan masyarakat dalam melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaannya. Selanjutnya, negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional sehingga tercipta sebuah konsep kebudayaan nasional Indonesia yang berbhinneka dan tentu saja substansial.
Terakhir, apa pun wujud rekonsruksi nyata yang diupayakan oleh para pelaku kebudayaan, tidak akan bisa berjalan dengan mulus apabila para pelaku kebudayaannya sendiri tidak sadar akan pentingnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu marilah kita semua berharap agar tidak terjadi lagi disintegrasi bangsa yang apabila terjadi akan membawa bangsa kita ke dalam lembah kekelaman yang lebih suram lagi.
* Peneliti Laboratorium Ilmu Politik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta
http://jurnal-politik.co.cc/rekonstruksi-budaya-indonesia-menuju-ke-arah-yang-lebih-positif/
Jumat, 15 Oktober 2010
Rekonstruksi Budaya Indonesia Menuju ke Arah yang Lebih Positif
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar